Kamu pernah mendengar tentang The 7 Habits of Highly Effective People yang di tulis oleh Covey? Sebenarnya aku juga belum pernah membaca tentang itu, aku hanya membaca ulasan-ulasannya saja. Andai suatu saat nanti aku mempunyai kesempatan untuk membeli dan membacanya secara langsung.
However, salah satu kebiasan dari tujuh kebiasaan orang efektif yang terdapat dalam buku itu adalah “Sharpen the Saw.” Dan aku membaca salah satu ulasan mengenai kebiasaan ini. Aku jadi tertarik untuk mengetahui dan memahaminya lebih jauh. Karena aku juga ingin menjadi orang yang efektif.
Anyway, apa yang dimaksud dengan Sharpen the Saw? Kita akan coba memahaminya berdasarkan apa yang terdapat dan tertulis dalam artikel yang aku baca tersebut.
Covey (penulis dari The 7 Habits of Highly Effective People) menggunakan analogi umum tentang pemotong kayu yang bekerja terus menerus setiap hari, dan semakin lama menjadi semakin tidak produktif. Penyebabnya adalah gergaji yang digunakan oleh tukang kayu tersebut menjadi semakin tumpul. Dan solusi untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan mengasah dan manajamkan kembali gergaji tersebut secara teratur, atau Sharpen the Saw.
Aku jadi agak bingung dengan apa yang dimaksud oleh Covey sebenarnya. Bukankah jika kita mengerjakan pekerjaan yang sama secara terus menerus, maka semakin lama kita menjadi semakin efektif dan produktif?
Atau mungkin yang dimaksud sebenarnya adalah jika kita terus menerus bekerja, maka kita akan mengalami kelelahan, baik secara fisik maupun mental.
Dan biasanya, langkah yang kita ambil untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan meninggalkan pekerjaan untuk beberapa waktu, misalnya dengan pergi berlibur.
Apa benar itu yang akan dilakukan oleh orang yang efektif? Apakah saat orang yang efektif mengalami masalah ini akan mengambil solusi dengan cara meninggalkan pekerjaannya untuk beberapa lama? Apakah ini yang dimaksud dengan sharpen the saw?
Kesalahpahaman inilah yang ingin diluruskan oleh penulis artikel yang sedang aku baca tersebut. Dia mengatakan, banyak orang yang salah memahami apa yang dimaksud dengan sharpen the saw sebenarnya. Dia berkata, jika kita bekerja berlebihan hingga produktivitas menurun, kata-kata biijak yang umum kita dengar adalah “take a break.”
Menurutnya, itu bukanlah sharpen the saw, melainkan putting the saw down. Saat gergaji yang tumpul kita tinggalkan untuk beberapa saat, gergaji tersebut akan tetap tumpul saat kita kembali mengambilnya. Sharpen the saw adalah sebuah aktivitas, seperti juga yang disugestikan oleh analoginya.
Oh.. begitu. Aku mulai sedikit mengerti sekarang. Contohnya begini, misalnya aku ingin membuat content yang banyak untuk blog ku ini. Aku mempunyai target yang ingin aku raih. Aku bekerja secara terus menurus dengan cara mencari berbagai topik yang menarik, dan kemudian menuliskannya kembali. Aku mengerjakan itu setiap kali ada kesempatan. Lama-lama aku jadi kelelahan, dan semakin lama produktivitas semakin menurun. Kemudian aku mulai menyadari bahwa produktivitas ku semakin turun.
Aku ingin mencari solusi untuk masalah ini. Lalu aku berpikir bahwa ini mungkin karena aku terlalu lelah, sudah saatnya untuk break sejenak, dan meninggalkan apa yang sedang aku kerjakan. Tapi saat aku kembali dari masa break, aku tidak bisa merasakan bahwa produktivitas ku menjadi membaik. Itu artinya aku tidak melakukan sharpen the saw, melainkan putting the saw down, seperti yang dikatakan oleh penulis artikel tersebut.
Waktu istirahat atau break sejenak memang kita perlukan, tapi itu tidak sama dengan sharpen the saw, dan tidak akan banyak membantu untuk meningkatkan produktivitas. Yang dimaksud dengan sharpen the saw yaitu kita mencari cara untuk meningkatkan kemampuan yang bisa menunjang apa yang sedang kita kerjakan.
Pada kasus tukang kayu diatas, maka yang dimaksud dengan sharpen the saw adalah dengan cara misalnya, mempelajari teknik-teknik baru yang lebih baik dalam hal memotong kayu, mencari cara untuk meningkatkan tenaga agar tubuh menjadi semakin kuat, atau belajar dari pemotong kayu yang lebih baik.
Hmm.. jadi begitu maksudnya. Jadi yang dimaksud sharpen the saw pada kasus yang aku alami adalah misalnya dengan cara: mampelajari cara menulis yang efektif, atau bisa dengan cara berolah raga atau mengkonsumsi vitamin agar bisa meningkatkan energi, atau belajar dari blogger lain tentang bagaimana cara mereka memanfaatkan waktu dan tenaga dengan efisien.
Sejenak melupakan pekerjaan itu tidak akan banyak membantu dalam usaha untuk meningkatkan produktivitas, mungkin itu memang bisa sedikit membantu kita untuk merasa lebih fresh, tapi itu tidak membuat kita menjadi lebih produktif.
Tapi, saat kita meningkatkan kemampuan yang berhubungan dengan pekerjaan yang kita tekuni, kita akan menemukan, bahwa semakin lama kemampuan dan produktivitas kita semakin meningkat, tanpa merasa terlalu lelah seperti sebelumnya. Itu karena kita sudah meningkatkan kemampuan, baik yang berupa sarana maupun teknik, yang lebih baik dari sebelumnya.
Artikel itu juga memberikan beberapa petunjuk untuk mengatasi masalah seperti yang dialami pemotong kayu atau kasus yang aku alami. Saat kita merasakan bahwa produktivitas kita semakin menurun, ada beberapa hal yang harus kita perhatikan dan tanyakan pada diri sendiri.
Tanyakan pada diri sendiri, apakah kemampuan, pengetahuan, pikiran, fisik, hubungan sosial, motivasi, komitmen, kemampuan untuk menikmati proses, emosi, masih tetap tajam? Jika tidak, yang mana yang tumpul, dan apa yang bisa kita lakukan untuk membuatnya kembali tajam?
So, bagaimana dengan mu? Apa kamu sudah mempunyai kebiasan sharpen the saw ini? Apa kamu sudah tergolong dalam kelompok orang-orang yang efektif?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar