Kamis, 20 September 2007

Be Free To Feel Free

Emotional Mastery yang ditulis oleh Steve Pavlina berisi tentang suatu teknik agar kita merasa lebih bebas untuk merasakan apapun yang ingin kita rasakan, kapanpun kita ingin merasakannya. Bayangkan! Kita bisa merasa cool, macho, modis, gaul, keren, atau apapun yang kita inginkan, hanya dengan mengarahkan pikiran.

Jadi, kita tidak perlu membeli pakaian yang berharga jutaan, agar merasa modis. Kita tidak perlu membeli handphone yang berharga puluhan juta, agar merasa trendi. Kita tidak perlu shopping ke Singapura untuk merasa heppi. Kita tidak perlu memakan makanan impor, agar merasa sehat. Semua bisa kita rasakan hanya dengan menggunakan pikiran.

Penulis artikel itu mengatakan bahwa para marketer rela mengeluarkan ratusan juta dengan tujuan mengkondisikan kita agar mempertahankan kepercayaan, bahwa kita harus meminum minuman tertentu, memakan makanan tertentu, mengendarai kendaraan tertentu, agar bisa merasakan perasaan tertentu. Dan tampaknya mereka cukup berhasil.

Siapa yang paling mendapatkan keuntungan saat kita meyakini apa yang mereka tanamkan kebenak kita? Siapa yang akan mendapatkan keuntungan saat kita mempercayai, bahwa kita membutuhkan mobil tertentu untuk merasa hebat? Siapa yang akan mendapat keuntungan saat kita mempercayai bahwa kita membutuhkan pakaian dari merek tertentu untuk merasa modis?

Kita akan merasa jauh lebih bebas saat kita menyadari, bahwa kita mempunyai kekuatan untuk mengendalikan kondisi emosi kita. untuk mendapatkan kemampuan ini, memang membutuhkan latihan. Tapi kemampuan ini bisa dipelajari oleh siapapun yang ingin mendapatkannya.

Tidakkah ini membuat mu menjadi tertarik? Jika dipikir-pikir, kemampuan yang dimaksud oleh penulis tersebut, mirip dengan kemampuan yang dimilki oleh seorang aktor.

Seorang aktor yang kawakan bisa dengan mudah mengatur dan mengubah emosi apapun yang ingin ditunjukkannya. Sesaat dia bisa menangis sejadi-jadinya, dan beberapa saat kemudian, dia bisa tertawa sepuas-puasnya.

Saat kita memiliki kemampuan ini, kita bisa dengan mudah mengatur emosi yang ada didalam. Kita bisa merasa apapun yang kita inginkan, kapanpun kita membutuhkannya.

Misalnya saat akan menjalani interview untuk melamar pekerjaan, jika kita memiliki kemampuan ini, kita bisa lebih mudah untuk mengendalikan emosi, hingga kita bisa tampil dengan rasa penuh percaya diri.

Banyak lagi keuntungan yang akan kita dapat jika kita mampu mengendalikan dan mengarahkan pikiran, untuk menciptakan perasaan apapun yang kita inginkan, kapanpun kita menginginkannya. Kita tidak memerlukan bantuan dari luar hanya untuk mendapatkan kondisi emosi yang kita inginkan.

Hal ini bisa kita lakukan dengan cara mengkondisikan emosi agar terhubung dengan suatu pemicu yang sederhana. Contoh sederhananya adalah, kita akan terbangun saat mendengar jam alarm yang berbunyi. Jadi, saat kita membuat gerakan tertentu, secara otomatis kita akan mengarahkan pada kondisi emosional tertentu.

Petenis dunia Andre Agassi dan pebasket Byron Scott keduanya menggunakan teknik ini dalam karir mereka. Pengkondisian emosi ini juga dipakai oleh team Olimpiade dari Jerman yang membuat mereka berhasil mengalahkan team dari US dengan hasil yang memuaskan.

Dunia periklanan juga selalu menggunakan teknik ini. Inilah yang menyebabkan mengapa Pespsi mau membayar orang seperti Michael Jackson sebanyak $20 juta, hanya untuk muncul dalam iklan selama 30 detik. Mereka ingin mengkondisikan kita agar menghubungkan emosi yang kita dapat dari apa yang kita dengar melalui lagu-lagu dari prokduk mereka. Teknik pengkondisian emosi ini bekerja jauh lebih baik, dibandingkan jika mereka mencoba untuk menjelaskan, mengapa kita harus mengkonsumsi air gula yang bercampur unsur kimiawi tersebut.

Dr. Wayne berkata bahwa, saat dia mempelajari tentang pengaktualisasian diri di universitas, seorang professor menanyakan pertanyaan ini: Jika seorang yang sudah total dalam mengaktualisasikan diri, secara tanpa sadar datang ke acara formal dengan berpakaian untuk acara non formal, apa reaksinya?

Jawabannya adalah: Dia bahkan tidak akan menyadarinya. Itulah yang dimaksud dengan penguasaan emosi secara total, dimana tidak ada kejadian external yang bisa membawamu kedalam kondisi emosi yang negatif. A mind like a water.

Masalah sebenarnya bukanlah kejadian external yang mengendalikan emosi kita. Akan tetapi kitalah yang mempercayai faktor external itu yang mengendalikan kondisi emosi kita.

Abaikan kepercayaan itu dan sadarilah bahwa kita secara alami mempunyai kemampuan untuk mengendalikan bagaimana kita harus bersikap pada kejadian tertentu, tanpa memperdulikan kondisi kita saat itu. Ini adalah langkah pertama untuk menjadi penguasa emosi atau emotional mastery.

Kejadian-kejadian adalah netral. Apa yang menyebabkan kita untuk bersikap dengan cara tertentu, adalah tergantung dari bagaimana cara kita mengartikan sebuah kejadian, dan bagaimana cara kita berpikir tentang kejadian itu.

Kejadian yang sama (bahkan untuk kejadian yang serius, misalnya meninggalnya seseorang yang sangat dekat dengan kita) akan diartikan berbeda oleh orang yang berbeda. Mungkin kita akan menganggapnya sebagai kejadian yang tragis, sementara orang lain di planet ini menganggap kejadian itu sebagai sebuah perayaan.

Kejadian itu sendiri tidak mempunyai arti, kitalah yang memberikan arti atau makna pada kejadian itu, dan bereaksi sesuai dengan makna yang kita berikan kepada kejadian itu. Inilah yang menyebabkan mengapa kita mengambil sikap dengan cara tertentu.

Saat kita sudah memahami ini, secara sadar kita bisa mulai mengambil alih atas pemaknaan ini. Saat kita sedang mengalami sakit misalnya, beberapa orang akan mengartikannya sebagai sebuah penderitaan dan membuanya menjadi depresi. Sementara yang lainnya akan mengartikannya sebagai tantangan, kemudian mencari cara untuk melaluinya.

Apa yang dianggap oleh sebagian orang sebagai suatu akhir, sementara yang lainnya akan menganggap itu sebagai suatu awal. Tapi ini tidak harus menjadi suatu reaksi yang terjadi secara tidak sadar. Ini bisa menjadi suatu pilihan yang dilakukan secara sadar.

Kapanpun terjadi sesuatu yang biasanya akan membuat kita merasa depresi, kita bisa memilih untuk mencari dan memberikan makna yang lain yang bisa membuat kita merasa menjadi lebih baik, dan bukan sebaliknya.

Daripada menanggapnya sebagai sebuah kegagalan, akan lebih baik jika kita menganggapnya sebagai pelajaran untuk menambah pengalaman. Daripada merasa kehilangan, lebih baik kita fokuskan perasaan untuk bersyukur atas apa yang masih kita miliki. Daripada menggangap sebagai penolakan, lebih baik kita menganggapnya sebagai kesempatan yang tertunda.

Hanya karena TV mengajarkan kita untuk bersikap dengan cara tertentu dalam merespon suatu kejadian tertentu, bukan berarti bahwa kita harus menerima saja penginterpretasian tersebut.

Dalam jarak waktu antara stimulasi dan respon yang akan diberikan, terbentang kesempatan untuk secara sadar membuat suatu pilihan.

Contohnya, kamu bisa dipecat dari pekerjaan mu dan mengubahnya menjadi sebuah kemenangan, dari pada menganggapnya sebagai suatu kekalahan. Kamu bisa bangkrut dan maju terus untuk menjadi semakin kaya (Donald Trump). Sementara dilain pihak, kamu bisa menikmati kesuksesan yang tidak tertandingi, dan kemudian menjerumuskan dirimu sendiri pada kematian (John Belushi).

Untuk kejadian-kejadian yang terlihat sebagai kejadian yang ”negatif,” kita bisa mencari orang yang bisa mengubahnya menjadi pengalaman yang sangat berharga. Dan untuk kejadian-kejadian yang terlihat sebagai kejadian ”positif,” kita bisa menemukan orang yang menginterpretasikannya dengan cara tertentu, yang membuat kejadian itu sebagai penghancur dirinya sendiri.

Sadari jebakan dari membiarkan suatu kejadian yang mengendalikan kita secara tidak sadar, dan gunakan kekuatan kesadaran yang kita miliki untuk memutuskan interpretasi kita sendiri.

Saat kita telah mencapai titik di mana kita menjadi terbebas dari kejadian external, maka kita benar-benar akan menjadi orang yang bebas. Ini adalah kondisi yang membuat kita menjadi terpisah dari kejadian external.

Dan mengetahui bahwa kita bisa menggunakan kesadaran untuk mengendalikannya secara langsung melalui pikiran, dan bukan membutuhkan faktor external untuk bisa melakukannya.

Dr. Dyer menyebutnya sebagai menjadi “independent of the good opinion of others.” tidak perduli apapun yang terjadi pada diri kita, kita tetap bisa memilih untuk berada dalam kedamaian.

So, bagaimana menurut mu mengenai topik yang didiskusikan oleh artikel tersebut? Tampaknya penulis artikel ini mengajak kita untuk semakin sadar bahwa kita mempunyai kekuatan untuk mengendalikan emosi, pikiran, dan tinakan yang kita ambil.

Penulis ini mengajak kita untuk menjadi orang yang merdeka. Bebas dari faktor external. Kita tidak lagi mudah terobang-ambing oleh berbagai kejadian yang sebenarnya netral. Kita sendirilah yang memberikan makna pada kejadian tersebut. Dan makna yang kita berikan, akan memberi pengaruh pada sikap dan aksi yang kita lakukan.

Google